Rabu, 31 Oktober 2012

54.000 Anak Kendal Terancam Putus Sekolah Penulis : Kontributor Kendal, Slamet Priyatin | Kamis, 1 November 2012 | 00:19 WIB


Widya Kandi Susant Bupati Kendal, Jawa Tengah
KENDAL, KOMPAS.Com- Lebih dari 54.000 siswa SD hingga SMA di Kabupaten Kendal terancam putus sekolah. Namun, menurut Bupati Kendal, Widya Kandi Susanti, angka terancam putus sekolah pada 2012 diperkirakan lebih besar. Data 54.000 anak itu, kata Bupati, adalah data tahun 2003 saat dirinya menjabat Ketua Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GNOTA) Kabupaten Kendal.

"Sesuai peraturan bupati, pada 2013 kami akan berlakukan wajib belajar 12 tahun di Kendal. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas SDM Kendal meningkat," kata Widya, Rabu (31/10/2012).

Widya menjelaskan meningkatnya angka putus sekolah di Kendal disebabkan menurunnya pendapatan masyarakat dan meningkatkan angka kemiskinan di Kendal hingga 40 persen. Tahun lalu jumlah warga miskin Kendal tercatat 240.000 jiwa pada 2011. Tahun ini, angka tersebut meningkat jadi 397.540 jiwa. Kenaikan jumlah warga miskin ini karena banyak warga Kendal terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Kondisi miskin ini membuat sebagian warga Kendal mengalami kesulitan untuk membiayai anak-anak mereka menuntut ilmu. Untuk membantu masyarakat miskin bisa tetap mendapatkan akses ke pendidikan, Widya mengatakan segera melakukan kordinasi dengan Ketua GNOTA dan Dinas Pendidikan Kendal.
Beberapa cara  disiapkan untuk membantu warga miskin ini antara lain mencari donatur dan menggalang dana melalui berbagai kegiatan yang dapat menghasilkan uang untuk membantu anak-anak yang tidak mampu.

"Kami juga akan menaikkan anggaran untuk pendidikan," papar Widya.

Sementara itu, Plt Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kendal, Muryono, mengakui segera memberlakukan subsidi silang bagi orang tua murid. Sehingga anak dari keluarga miskin bisa mendapat kesempatan menikmati pendidikan. Tak hanya itu, Pemerintah Kabupaten juga akan mendorong masyarakat yang secara ekonomi berkecukupan, supaya bisa menjadi orang tua asuh.

"Kami akan mensukseskan program pemerintah Kbupaten Kendal, untuk wajib belajar 12 tahun bagi warga Kabupaten Kendal," kata Muryono.

Disamping itu, tambahnya, agar sekolah tidak terganggu, pemerintah akan menganjurkan warga untuk mematikan televisi pada jam-jam belajar. 

Editor :
Ervan Hardoko

BERBAKTILAH PADA ORANG TUA Oleh Sita S.Priyadi



RABU, 31 OKT. 2012 – SITA BLOG :  Betapa besarnya jasa orang tua dalam membesarkan anak-anaknya. Sungguh itu tidak bisa diukur dengan bermacam bentuk balasan apapun baik berupa materi kemewahan duniawi maupun budi dan jasa sekalipun. Untuk membalas budi dan jasa orang tua yang telah membesarkan kita dengan segala jerih payahnya, pengorbanannya, perjuangannya bukan lain salah satunya adalah berbakti kepada orang tua, karena berbakti kepada orang tua merupakan bentuk ketaatan seorang anak. Sebagaimana kita ketahui dalam sepanjang hidupnya, orang tua telah mendidik anak-anaknya dengan penuh kasih sayang yang tiada terkira.

Kewajiban untuk berbakti kepada orang tua bagi seorang anak itu telah menjadi ketetapan dan kewajiban sebagaimana terdapat dalam Kitabullah Sunnah Rasul dan Ijma’ para ulama. Berkait dengan itu, Allah pun memberikan perhatian yang teramat sangat kepada hak orang tua sehingga perintah untuk memuliakan orang tua ditempatkan dalam urutan setelah perintah beribadah kepada Allah dan mengesakan-Nya.  Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya, 

Beribadahlah kepada Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada ibu bapak.” (QS.An-Nisa’:36) “Ridho Allah itu bergantung pada ridho kedua orang tua dan murka Allah bergantung juga  pada murka orang tua.”   

TANYAKAN KEGIATAN ANAK DAN DENGARKAN CERITANYA Oleh Riana Afifah



Keluarga merupakan tempat pertama anak-anak mulai belajar

RABU, 31 OKT. 2012 - DEPOK, KOMPAS.com - Perkembangan pendidikan di Indonesia tidak bisa lepas dari peran orang tua. Pasalnya, rumah merupakan tempat pertama anak-anak mulai belajar dan orang tua sebagai guru sekaligus teman yang semestinya mengamati tumbuh kembang anak.

Namun pada praktiknya, anak-anak zaman sekarang yang tinggal di perkotaan lebih sering menghabiskan waktu di sekolah dan di luar rumah. Kuantitas bertemu dengan orang tua juga jauh berkurang karena ayah dan ibu sibuk bekerja hingga malam hari. Hal ini yang membuat anak-anak ini terasah dalam pendidikan formal tapi minim pendidikan etika dan empati pada sesama.

Psikolog anak dan remaja, Vera Itabiliana Hadiwidjojo, mengatakan bahwa kedekatan orang tua dan anak merupakan salah satu faktor penentu perkembangan sosial dan kepribadian anak. Dengan intensitas yang cukup, anak-anak akan terbentuk menjadi pribadi yang peka terhadap lingkungan sekitar. 

"Anak-anak ini sejak kecil harus dibiasakan untuk berbicara bersama dan bermain. Orang tua coba luangkan waktu untuk menghabiskan waktu bersama," kata Vera saat Seminar Sastra Anak, di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, Senin (29/10/2012). 

Menurutnya, pendidikan formal yang ada tidak akan berjalan dengan baik dan mencetak generasi berkualitas jika pendidikan di luar itu tidak terpenuhi. Untuk itu, orang tua harus peka terhadap kebutuhan anak dan beri ruang mereka untuk berbicara dan berkreasi.

"Biasakan tanya kegiatan sehari-harinya dan biarkan dia bercerita. Beri respon positif dan tanpa nadamenggurui," jelasVera.

Dengan bertanya dan memberikan kesempatan kepadanya untuk bercerita, anak diberi ruang untuk melatih kemampuan berbahasa dan bertuturnya. Orangtua juga berkesempatan menyampaikan pesan baik yang ingin didengar oleh anak, sekali lagi, tanpa kesan menggurui.

"Mengenalkan sastra lewat dongeng bisa jadi salah satu cara menghabiskan waktu bersama sekaligus menasehati tanpa menggurui," tandasnya.

Editor :
Caroline Damanik

Selasa, 30 Oktober 2012

KELUARGA YANG DEMOKRATIS Oleh Sita S.Priyadi


Kenersamaan adalah ciri keluarga yang demokratis
SELASA, 30 OKT. 2012 - SITA BLOG :  Keluarga yang demokratis adalah keluarga yang mengutamakan prinsip kebebasan dengan menjalankan prinsip demokrasi dalam segala aspek aktifitas rumah tangga. Orang tua secara konsisten betul-betul menghormati dan menghargai anak sebagai individu yang utuh secara lahir batin, tidak sedikitpun berkeinginan mengarahkannya secara otoriter. Anak diberi kesempatan untuk berkembang secara mandiri dan mengambil keputusan sendiri, dan mengupayakan kemerdekaannya sendiri.

Ciri keluarga yang demokratis: 

1. Orang tua menghormati dan menghargai pribadi anak secara utuh

2. Orang tua selalu berupaya mengembangkan kepribadian anak dan menganggapnya sebagai pribadi yang memiliki potensi dan kemampuan untuk mengembangkan dirinya secara mandiri.

3. Orang tua memberi kesempatan kepada anak untuk berpikir, berekspresi, berkreasi dan memilih jenis pekerjaannya sendiri secara bebas tanpa paksaan sedikitpun. Akan tetapi, kebebasan yang diberikan masih dalam koridor kebaikan bersama dan dalam tujuan-tujuan yang bersifat umum tentunya. Dalam kata lain, kebebasan yang diberikan bukan tanpa batas, melainkan dibatasi dengan rammbu-rambu sosial dan syariat agama yang harus dilakoni oleh anak.

Dengan demikian keluarga yang demokratis itu sangat kental dengan nuansa kebersamaan, membangkitkan dan menimbulkan hal-hal positif, dinamis dan terus bergerak dalam suasana harmonis penuh kasih sayang serta saling membantu di antara anggota keluarga. Pola sketsa yang diterapkan dalam rumah tangga atau keluarga yang demokratis tentunya akan memotivasi lahirnya anak-anak yang mampu menopang beban dan tanggung jawab kehidupan. Juga anak-anak ideal yang sanggup berpikir secara sehat, saling membantu, dan bangkit bersama-sama dengan lingkungan masyarakatnya.[Sita SP]

FUNGSI DONGENG BAGI ANAK Oleh Sita S.Priyadi


Tusya Suka Mendengarkan Dongeng

 "Dongeng berfungsi untuk mengembangkan kepribadian dan imajinasi anak, dan juga berfungsi untuk mengakrabkan hubungan antara anak dengan orang tua"
Perlukah dongeng diberikan kepada anak-anak?

Sesungguhnya pada masa perkembangan kepribadian anak, dongeng perlu bahkan mutlak diperlukan. Karena daya imajinasi pada masa-masa atau priode ini sangat berperan, sebab antara realita dan khayalan belum bisa dipisahkan dalam kehidupan anak. Dongeng yang didengarkan seperti "Gadis Cilik dan Korek Api", "Putri Salju" dari HC Handersen, "Kancil Yang Cerdik" dan lain-lain, semuanya itu merupakan bagian dari dunia anak-anak yang tak bisa dipisahkan dari kehidupan mereka. Oleh karena itu logis saja apabila sejak dahulu anak-anak sangat menggandrungi dongeng, dan orang tua seyogyanya senang untuk menceritakan dongeng kepada anak-anaknya.

Melalui dongeng inilah anak secara tidak langsung dapat mempelajari, memahami dan menghayati segala bentuk nilai-nilai, norma-norma dan kaidah-kaidah kehidupan seperti: keberanian, kecerdikan, kejujuraakan, kebahagiaan, kelicikan, kebodohan dan sebagainya. Dengan dongeng secara positif bisa mengembangkan kepribadiannya. Anak bisa menghargai kecerdikan si kancil dalam cerita si kancil yang cerdik di mana anak merasakan betapa kerbau yang telah menolong buaya yang tertindih pohon merasa tertipu dan tak berdaya, karena kemudian buaya hendak memangsanya. Di sini si anak dapat merasakan dan menghargai kecerdikan si kancil yang mampu menolong kerbau dari terkaman sang buaya karena kecerdikannya.

Dongeng itu tidak perlu logis. Yang penting bagi orang tua yang ingin mendongengkan anak-anaknya perlu memilih dongeng yang mengandung nilai-nilai pendidikan yaitu cerita dongeng yang dapat mengembangkan kepribadian anak dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan tuntutan masyarakat dan lingkungan di mana anak berada.

Jelaslah, dongeng selain mampu mengembangkan kepribadian dan imajinasi anak, juga berfungsi untuk mengakrabkan hubungan antara anak dengan orang tua. Hal ini terbukti dengan seringnya kakek, nenek, ayah, ibu kita dahulu menceritakan dongeng-dongeng yang mengandung nilai-nilai kesetiaan, kejujuran, kesabaran, dan keberanian yang memukau anak-anak dan cucu-cucunya, sehingga anak merasakan adanya hubungan batin yang mendalam, akrab dengan kedua orang tua maupun kakek dan neneknya.[Sita SP]

Senin, 29 Oktober 2012

SELEKTIFLAH MEMILIH PERMAINAN UNTUK ANAK Oleh Sita S.Priyadi



Salah satu permainan yang masih banyak disukai anak, PS
SELASA, 30 OKT. 2012 -SITA BLOG: Sebaiknya orang tua dalam memilih permainan untuk putra-putrinya lebih selektif. Orang tua terkadang lengah dan tidak menyadari kalau permainan yang telah dipilh untuk anak-anaknya itu hanya sekedar mengikuti keinginan anak yang merengek-rengek minta dibelikan. Padahal, jenis permainan itu membahayakan keselamatan anak kalau tidak dengan pengawasan yang ketat. 

Banyak sudah musibah kecelakaan yang menimpa diri anak yang diakibatkan oleh jenis mainan-mainan yang sesungguhnya belum cocok untuk seusia anak-anak mereka. akan tetapi karena tak mau pusing dengan rengekan dan tangisan sang anak orang tua segera membelikannya. hal ini sebagai mana yang terjadi di daerah Sukabumi. Anda tentu masih ingat dengan kasus senjata mainan yang melukai seorang anak.  Itulah pentingnya untuk lebih selektif dalam memilih mainan untuk putra dan putri anda. Apalagi jika putra-putri anda mash balita, dan mungkin anda pun masih belum mengenali betul fungsi dan kegunaan dari mainan itu secara benar. Sekali lagi saya sarankan, anda harus berhati-hati dan selektif dalam memilih jenis  mainan untuk anak-anak anda. Pilihlah mainan yang cocok untuk seusia anak-anak anda.

Sebetulnya banyak jenis permainan yang cocok dengan usia anak dan memiliki nilai edukasi tinggi. Banyak perajin mainan-mainan edukatif yang bisa digunakan untuk mengasah syaraf motorik anak. Tinggal anda yang menentukannya. Menurut seorang fasilitator pendidikan, Aida. Belum lama berselang, banyak permaian yang bisa dipilih untuk mengenalkan anak pada lingkungan, seperti permainan dasar berhitung, menggambar dengan warna, dan sebagainya. (Sita SP)