Gunungan |
www.suaramerdeka.com – Sabtu, 23 Februari 2013 | 13:10 wib - Adigang, adigung, adiguna, sapa sira sapa ingsun. Adigang adalah ’kijang’ adigung ’gajah’ dan adiguna ’ular’ ketiganya mati bersama dalam pertikaian karena kesombongan masing-masing. Pemimpin (pandhegan) yang baik menghindari sikap aji mumpung, mumpung kuwasa, tumindak nistha, seperti ungkapan Ranggawarsita dalam Serat Sabdatama.
Pimpinan
jangan diserahkan kepada yang tidak mau, maupun mereka yang ambisi,
karena yang berambisi umumnya memiliki motivasi lain, seperti aji
mumpung. Sifat aji mumpung bertentangan dengan dharma seorang pemimpin.
Ia harus rendah hati, bijak, adil dan ber budi bawa leksana. Hal itu
diungkapkan oleh Ranggawarsita dalam Serat Witaradya, bahwa seorang raja
yang besar, watak narendra gung binathara, mbaudhendha hanyakrawati,
kutipan berikut: Dene utamaning nata, berbudi bawa laksana, lire ber
budi mangkana, lila legawa ing driya, hanggung hanggeganjar saben dina,
lire kang bawa laksana, hanetepi ing pangandika.
Pemimpin
bangsa telah dipilih, melalui pileg dan pilpres. Siapa pun mereka
pilihan bangsa. Tempat menggantungkan harapan dan masa depan yang lebih
baik di bumi yang gemah ripah loh jinawi, subur kang sarwa tinandur, murah kang sarwa tinumbas, tata titi tentrem kerta raharja, dalam
arti murah sandang pangan seger kuwarasan, bukan hanya slogan. Mutiara
kata itu harus direalisasikan oleh mereka yang mendapatkan amanah,
sebagai perwujudan lukisan negeri Amarta yang didendangkan ki dalang
dalam pentas wayang. Bukan sekedar impian, dengan memanfaatkan potensi
alam anugerah Allah Swt. yang membentang sepanjang khatulistiwa, dalam
bentuk hutan, gunung, laut dan sungai, simpanan harta karun yang tak
ternilai harganya. Semua dimanfaatkan demi kesejahteraan rakyat. Mereka
harus bekerjasama saiyeg saekapraya membangun bangsa. Eksekutif,
legislatif dan yudikatif memiliki tugas membangun negara dan bangsa.
Sebagai pemimpin mereka memiliki tanggung jawab yang cukup berat.
Kesejahteraan rakyat tidak bisa diwakilkan, tetapi direalisasikan. Bila
wakil rakyat hidup sejahtera bukan berarti rakyat pun meraskannya.
Janji
Pemimpin harus memegang teguh janji yang diucapkan di depan rakyat. Janji adalah hutang, yang wajib dibayar. Sabda pandhita ratu salah satu falsafah Jawa dan konsep pengejawantahan janji adalah hutang, yang didukung frase ajining
diri saka obahing lathi ajining sarira saka busana, aja waton omong
nanging omonga nganggo wawaton, ilat ora ana balunge, esuk dhele sore
tempe, mencla-mencle, bukan sikap seorang pemimpin, melainkan konsep
sedikit bicara banyak bekerja yang sebaiknya dipegang teguh. Mereka
dipercaya oleh rakyat. Mengembalikan kepercayaan yang hilang lebih sulit
dari pada membangunnya. Falsafah Jawa mengatakan bahwa drajat, pangkat lan semat bisa oncat. Hal
itu menjadi bahan pertimbangan bagi para pemimpin. Di dunia tidak ada
yang langgeng. Semua serba sementara, bagaikan kilat menyambar sekejap
tanpa bekas. Saat mejabat ia terhormat dan dipuja, pergantian tiba, ia
dihujat dan dihina, kawan dan sahabat seakan tak mengenalnya. Ia
dilupakan. Mengenaskan.
Masyarakat Jawa percaya bahwa wahyu kaprabon, dalam
diri seorang pemimpin masih ada. Asal pemimpin masih sanggup memberikan
pangayoman, maka rakyat akan loyal. Seorang pemimpin harus waspada.
Sebab di antara punggawa ada yang mbalela, sengaja berkhianat
demi jabatan yang diincarnya. Bagi masyarakat konsep ratu adil, wahyu
dan pulung merupakan trilogi dalam demokrasi. Sedangkan trilogi yang
dianut oleh kraton Mangkunagaran, melu handarbeni, wajib hangrukebi, mulat sarira munggengwani.
Bahwa seorang pemimpin harus merasa memiliki, membela kebenaran dan
mawas diri. Mau mengakui kasalahan pribadi tanpa menyalahkan orang lain.
(Eko Wahyu Budiyanto/CN37)
Sita Blog: "NUSANTARAKU": Pandhegan Aja "Adigang, Adigung, Adiguna, Sapa Sir...: Gunungan www.suaramerdeka.com – Sabtu, 23 Februari 2013 | 13:10 wib - Adigang , adigung, adiguna, sapa sira sapa ingsun. Adigang adala...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar