Sita Blog : Penddikan Dalam Keluarga
Minggu, 07 Agustus 2016 - 18:28 WIB
KEHIDUPAN INI bagi
anak kecil adalah “hitam dan putih” — abu-abunya baru akan datang kemudian
setelah banyak pengalaman. Segala keinginan harus seketika kesampaian sedang
kesabaran belum ada dalam kamusnya dan penilaian sehat belum terpikirkan.
Karenanya tidaklah mengherankan bahwa anak kecil sangat cepat putus asa bila
apa yang dikehendakinya tidak segera dia peroleh.
Minggu, 07 Agustus 2016 - 18:28 WIB
Muh. Fairus 5 Tahun |
Bila tiadanya
penilaian sehat ini masih ditambah pula dengan kemauan yang keras dan kaku, kiranya
cukup wajarlah kalau acapkali terjadi bentrokan antara si anak dengan orang tua
yang berakhir dengan suatu kegegeran pada anak itu. Kegegeran semacam itu tidak
harus diartikan bahwa anak itu mempunyai watak yang keras luar biasa, melainkan
hanya bahwa anak belum mampu menahan kemarahan. Apakah yang harus dikerjakan
oleh orang tua untuk mendinginkan situasi sehingga kemarahan anak akan menjadi
reda? Ada kalanya kata tegas atau jentikan kecil cukuplah untuk mengakhiri
kegegeran, namun cara seperti itu hendaklah hanya digunakan kalau dapat membawa
hasil yang seketika. Lagi pula, resikonya pada kedua pihak hendaklah
sungguh-sungguh dimengerti. Kata-kata yang keras dapat menimbulkan addu suara
sehingga hal itu bukannya meredakan suasana tetapi malah menambah bahan bakar
api yang sudah berkobar. Demikian juga jentikan atau pukulan dapat mengundang
balasan dari si anak berupa tendangan atau tindak kekerasan macam itu sehingga
perang mulut berubah menjadi perang tubuh.
Anak kecil hendaknya
jangan sampai belajar sikap agresif dari orang tuanya, sebab hal itu akan
membuat anak merasa senang dengan perasaan marahnya, padahal yang dibutuhkan
adalah mendidik anak tentang bagaimana caranya menahan kemarahan. Oleh sebab
itu pentinglah bahwa orang tua tetap tenang sehingga anak akan ketularan
ketenangan itu.
Yang ideal
sebenarnya ialah kalau orang tua dapat memeluk anak itu sehingga luapan
emosinya mereda. Tetapi hali ini tentunya tidak mungkin sebab anak yang
mengamuk tentu sangat marah sehingga didekati saja mungkin tidak mau, apalagi
dipegang dan dipeluknya. Maka yang baik, orang tua pergi saja ke luar kamar
sambil meninggalkan si anak bergulingan di ubin (kalau cara itulah si anak itu
melampiaskan kemarahannya), tetapi jangan meninggalkannya terlalu jauh. Lagi
pula jangan sekali-kali menutup pintu dan menyekap anak itu sendirian karena
tindakan semacam itu merupakan tindakan agresif yang salah-salah dapat membuat
anak merusak apa saja yang ada di kamar itu. Tindakan itu perlu disusul langkah
yang positif dari orang tua — misalnya memperlihatkan kehadirannya — untuk
mengadakan kontak lagi dengan si anak.
Sangat baik kalau
ayah atau ibu dapat melakukan sesuatu di kamar yang bersebelahan dan berbuat
sedemikian rupa sehingga si anak mengetahui apa yang ayah atau ibu sedang
lakukan. Tetapi janganlah orang tua mengharap bahwa anak akan datang mendekati
mereka, meskipun kadang-kadang anak-anak berbuat begitu, namun pentinglah orang
tua segera masuk ke kamar si anak kembali kalau kelihatannya kemarahan anak itu
sudah mereda. Di kamar itu orang tua hendaklah menilai apakah suasana sudah
cukup baik sehingga anak itu dapat diangkat, atau, kalau belum cukup baik,
apakah mereka harus lebih dulu melakukan sesuatu atau di dalam kamar itu juga
tanpa melibatkan si anak.
Yang penting dalam
semua itu ialah bahwa orang tua bertindak selangkah lebih maju daripada anak
dan memikirkan masak-masak apa yang mereka lakukan selanjutnya, meskipun hal
ini segera aakan merupakan tindakan otomatis setelah pengalaman bertambah.
Sering dan tidaknya
kegegeran ini tergantung pada watak bawaan anak dan suasana suasana emosionil
keluarga. Anak yang terpaksa menyaksikan orang tuanya bertengkar dan ikut
merasakan kecemasan orang tuanya akan merasa kurang aman bila dibandingkan
dengan anak-anak dari keluarga yang lebih damai, karenanya lebih cepat menjadi
geger. Tetapi pada semua anak, kegegeran itu akan menjadi semakin jarang
setelah anak semakin mampu melakukan pilihan dan menunggu terlaksananya apa
yang dikehendakinya.
Kegegeran seperti
yang disebut di atas itu sangatlah berbeda dengan kegegeran di malam hari bila
anak tiba-tiba terbangun dan dihinggapi rasa takut yang bukan buatan. Dalam
keadaan seperti itu anak membutuhkan hiburan segera dan hendaklah segera
diangkat atau dipegangi meskipun mungkin pada awalnya dia akan melawan.
Pada anak kecil
ketakutan macam itu mungkin hanya karena tiba-tiba terbangun dalam gelap atau
sendirian. Hal ini akan mudahi diatasi dengan lampu yang cukup terang dan
tanda-tanda kehadiran orang tua. Kalau perlu mungkin anak dapat diaja tidur di
ranjang orang tuanya.
Sejak usia empat
tahun kegegeran di malam hari ini mungkin disebabkan oleh mimpi buruk, karena
pada usia itu imajinasi anak sedang mulai sangat aktif. Kalau dia bisa
bercerita mungkin akan mengatakan bahwa Dia telah bermimpi peristiwa tertentu
yang telah dialaminya sehari itu. Mimpi buruk yang kadang-kadang tidaklah perlu
dicemaskan, tetapi kalau hal itu menjadi kejadian yang berulang setiap malam,
sebaiknya orang tua mencari bantuan dokter untuk mengungkap apakah sebenarnya
yang menjadi sebab mimpi-mimpi tersebut yang biasanya tidak disadari.
Mimpi jalan-jalan
atau berjalan dalam tidur pada anak-anak seusia prasekolah adalah sangat
langka. Mimpi semacam itu baru agak biasa pada anak berusia sepuluh sampai
empatbelas tahun. Mimpi semacam itu selalu merupakan masalah gawat. Namun
biasanya anak tak akan mengalami malapetaka selagi mimpi begitu, sebab meskipun
anak sedang tidur, mekanisme pelindungnya yang biasa mengamankannya di waktu
siang, tetap masih bekerja juga pada waktu itu. Namun demikian untuk menjaga
segala kemungkinan sebaiknya jendela-jendela dan pintu selalulah dikunci.
Pola perilaku yang
aneh ini diakibatkan oleh ketidakmampuan si anak untuk mengendalikan
kecemasannya pada waktu malam hari, meskipun di waktu siang dia mungkin dapat
mengatasinya dengan cukup mudah. Berhadapan dengan anak macam itu, sebaiknya
orang tua mengkhususkan waktu untuk mendengarkan kata-kata si anak dan dengan
demikian mengungkap sebab kecemasannya dan kemudian menghentikan mimpi jalan-jalannya
itu.
Sumber:
Hugh Jolly
“Membesarkan Anak Secara Wajar”
Bumi Pangarakan, Bogor
Minggu, 07 Agustus 2016 – 14:42 WIB