Diva call mama dari rumah sakit |
DI INGGRIS pada tahun
1972 suatu peristiwa besar terjadi ketika Department of Healt and Social
Security membentuk suatu group untuk mempelajari kebutuhan anak-anak akan permainan
di rumah sakit. Kira-kira tiga tahun
kemudian hasil penyelidikan group ini diumumkan dalam rapat besar Royal College
of Physicians di London.
Permainan adalah sarana seorang anak belajar, dan
permainan membantu anak untuk mengatasi tekanan dan ketegangan yang
melingkunginya. Karena tekanan ini jelas
bertambah selama anak harus tinggal lama di rumah sakit, maka pentinglah bahwa
suatu program permainan diorganisir dan ditangani oleh orang yang ahli dalam
permainan — atau lebih tepat disebut spesialis permainan — di setiap bagian
anak-anak di rumah sakit.
Permainan merupakan kegiatan anak-anak dan bersifat
spontan. Sebab itu terasa aneh kedengarannya jika permainan di rumah sakit
harus diorganisir. Tetapi suasana asing di rumah sakit adalah sedemikian rupa
sehingga permainan yang spontan dari anakanak sangat mungkin akan mematikannya,
kecuali jika langkah-langkah yang aktif diambil untuk memberikan dorongan.
Permainan terorganisir tidaklah berarti bahwa spesialis permainan mendikte
keagiatan anak-anak! Sama sekali tidak! Itulah sebabnya istilah “pemimpin permainan” kurang tepat,
seakan-akan ia memimpin permainan dan bukan memberi hati atau menanggapi
kegiatan spontan anak-anak sendiri.
Spesialis permainan di rumah sakit harus orang yang
sangat terlatih dalam perkembangan anak-anak yng normal dan juga sangat tahu
tentang segala sesuatu yang terjadi di rumah sakit. Mereka harus tahu cukup
banyak tentang penyakit anak-anak sehingga dapat berbicara secara tenang
mengenai penyakit-penyakit itu, baik dengan si anak maupun dengan orang tuanya.
Akan tetapi mereka tidak perlu memiliki
pengetahuan yang semendetail layaknya pengetahuan seorang perawat.
Anak-anak di rumah sakit hendaklah dipersiapkan
secara aktifterhadap segala prosedur yang akan mereka alami. Mungkin yang paling perlu ialah persiapkan
menghadapi anaestthesia, namun persiapan perlu pula untuk menghadapi injeksi
maupun sinar tembus. “Bermain
suntik-suntikan yang ditemani seorang spesialis tidaklah berbahaya dan hal itu
menolong anak untuk mengeluarkan dari hati beberapa pengalaman yang baru dan
tidak menyenangkan, dan membuang agresivitas, misalnya dengan menyuntik beruang
teddy.
Permainan memberikan kesempatan untuk mengerti
pikiran anak dan ketakutannya. Anak
bukannya dialihkan dari apa yang sedang
dialaminya, melainkan lebih dibantu untuk mengerti, membiarkan dan
menikmati pengalaman tersebut.
“Mainan” yang disediakan bagi anak di ruang
permainan rumah sakit hendaklah meliputi pula perkakas-perkakas yang terdapat
di kamar sakit, seperti misalnya alat-alat suntik, masker, jas dokter. Adalah lebih baik jika anak menikmati
perjalanannya ke ruang operasi karena segala sesuatu telah dikenalnya daripada
diangkut ke sana dalam keadaan tidak sadar, sehingga ia akan terbangun dengan
terkejut dan ketakutan.
Masih banyak orang yang kurang bisa mengerti
bagaimana mungkin anak di rumah sakit disuruh bermain-main. Ada orang tua yang
berfikir, bahwa anak di rumah sakit seharusnya tidur atau tetap ditempat
tidurnya, bukannya bermain-main dengan senangnya. Staf rumah sakit yang dididik secara lama
kadang-kadang masih terdengar berkata, bahwa kalau seorang anak sudah cukup
sehat untuk bermain-main, ia sudah tidak perlu di rumah sakit lagi. Tetapi dewasa ini telah disadari bahwa
janganlah penyakit yang mengharuskan seorang anak harus tetap di tempat tidur
jika ia ingin bangun. Bahkan anak yang demam tidak harus dipaksa jika ia tidak
mau. Anak kecil hampir selalu merupakan
penentu yang paling tepat mengenai banyaknya kegiatan yang dibutuhkannya.
Permainan menghilangkan beberapa ketegangan dan
formalitas rumah sakit bagi orang tua maupun bagi anak-anak, dan suasana yang
lebih santai ini mempercepat kesembuhan, sementara ketegangan dan ketakutan
berpengaruh sebaliknya, memperlambat proses kesembuhan. Adapila keuntungan permainan yang lain, yaitu
bahwa orang tua bisa ikut ambil bagian dalam urusan perawatan anak yang mereka
titipkan di rumah sakit. Mungkin itulah
kali pertama mereka menyadari arti besarnya permainan bagi anak-anak, sehingga
sekembalinya anak itu dari rumah sakit mereka akan berusaha menyediakan
kesempatan bermain yang lebih banyak.
Bahkan anak yang sakit pun mungkin lebih senang
berada di ruang permainan meskipun hanya untuk menonton daripada di kamar sakit
yang serba sepi, tenang dan sangat tidak biasa bagi anak-anak. Anak yang terlalu sakit untuk ikut bermain dapat
bermain dengan matanya dengan cara melihat anak-anak lain asyik bermain. Anak yang sakit janganlah jarang mengeluh
tentang perasaan terganggu oleh suara-suara bising sebagaimana orang yang lebih
dewasa. Rupa-rupanya anak merasa
tenteram dalam lingkungan yang baginya lebih biasa. Hal itu terbukti dari beberapa seringnya anak
minta diantar ke ruang permainan.
Pentinglah bahwa ruang permainan hendaklah
merupakan bagian yang tak terpisahkan dan tidak jauh dari kamar sakit, sehingga
anak-anak yang sakit dapat bergerak bebas antara kamar sakit dan ruang
permainan. Bahkan jika perlu dapat
diatur agar anak-anak bisa bermain di tempat tidur tanpa harus turun. Ruang permainan yang terpisah dari tempat
tidur anak-anak dapat dianggap menjadi tempat pelarian dari tempat tempat yang
tidak menyenangkan itu. Dengan alasan
ini pula maka spesialis permainan hendaklah ikut membantu dkter dan perawat
dalam tugas-tudas perawatan yang kurang menyenangkan bagi si pasien, dengan
demikian tidak ada kemungkinan bahwa anak-anak menganggap mereka orang “baik”
dan para dokter dan perawat orang “jahat”.
Bermain dengan pasien-pasien kecil itu merupakan
bagian yang penting bagi perwat yang bekerja di rumah sakit bagian anak-anak
karena acapkali orang menganjurkan agar perawat dapat melakukan secara aktif
segala kegiatan bermain itu. Tetapi harus diingat bahwwa mereka spesialis
permainan, lagi pula kalau mereka sedang sibuk dengan tugas bermacam-macam, maka
tugas mengajak anak-anak bermain itulah yang sedikit banyak akan
terbengkalai. Hanya spesialis
permainanlah yang tidak perlu berlari-lari ke tugas lain jika ia sedang
bermain-main dengan seorang pasiien.
Lebih mungkin dari perawat sendiri, ia akan menjadi staf bagian
anak-anak dan tidak berpindah-pindah ke bagian lain, kecuali berpindah rumah
sakit, itu mungkin. Permainan belum
diterima sebagai baian tugas perawat, dan banyak matron yang kerap
memerintahkan perawat-perawat untuk melakukan pekerjaannya, jangan hanya
bermain-main dengan anak-anak!
Group studi Department of Healt dan Social Security
yang mengadakan penyelidikan tentang kebutuhan anak-anak akan permainan di
rumah sakit itu terdiri dari perawat, dokter, guru, psikolog, administrator dan
lain-lain. Kiranya tidak mengherankan
bahwa sebagian terbesar adalah orang-orang dari bidang profesi perawatan orang
sakit. Seluruh group berpendapat bahwa
rumah sakit perlu memiliki orang-orang khusus, “play makers”, untuk menangani
kegiatn permainan nak-anak itu, dan bahwa tugas ini tidak mungkin dijalankan
oleh perawat-perawat saja atau sebaliknya oleh sukarelawan-sukarelawan
saja. sudah jelas bahwa anak-anak di
rumah sakit perlu diberi kegiatan bermain, dan jelas pula bahwa kegiatan ini
akan semakin banyak jika diorganisir oleh spesialis permainan. Sukarelawan
dapat membantu banyak sekali dalam melaksakan kegiatan yang terorganisir itu,
tetapi jika mereka itu dibiarkan bekerja sendiri, usaha mereka mungkin kurang
terarah. Apa lagi, bahaya selalu ada bahwa
program kegiatan bermain yang ditangani oleh sukarelawan semata-mata membuat
anak-anak berhadapan dengan wajah-wajah yang kurang dikenalnya pada usia yang
membutuhkan adanya kontinuitas dan keajegan demi ketenangan emosional.
Pendek kata group tersebut mengajukan pendapatnya
bahwa petugas khusus perlu dibentuk untuk menangani permainan anak-anak di
rumah sakit. Dan tak lama kemudian
spesialis permainan di rumah sakit sudah merupakan kenyataan. Bahkan telah didirikan National Association
of Hospital Play Staff.
Referensi:
Hugh Jolly,
Membesarkan Anak Secara Wajar
Minggu, 26
April 2015 – 08:14 WIB
Sita Rose,
di Pangarakan, Bogor