Rabu, 08 Juni 2016

DOSA ASAL : KETURUNTEMURUNAN LAWAN LINGKUNGAN By Hugh Jolly

Blog Sita : Pendidikan Dalam Keluarga
Rabu, 08 Juni 2016 - 19:57 WIB

Image "Tusya" (Foto: SP)
Tusya Suka Menggambar


PERNAH penulis dimintai pendapat mengenai dua orang anak belasan tahun – keduanya anak pungut – yang wataknya sangat suliy betapa pun telah dengan keras usaha orang tuanya untuk mendidik kedua anak itu sebaik-baiknya. Si penanya, yang bukan ayah ibu angkat dari kedua anak nakal tersebut, melanjutkan pertanyaannya dengan mengatakan bahwa karena ayah kandung anak pungut itu tentu orang yang tidak bermoral dang tak bertanggung jawab, yang telah meninggalkan akibat perbuatannya begitu saja , maka tidak mengherankan kalau keturunannya senakal itu. Rupanya ia berpendapat bahwa perilaku seseorang itu menurun.

Tentu saja gagasan “dosa asal” semacam itu dapat dibenarkan. Memang anak akan lahir dengan otak baik atau kurang baik dilihat dari tingkat kemampuan intelektuil yang sungguh dapat diturunkan. Jelas pula bahwa anak dapat pula memiliki cacat fisik tertentu yang merupakan akibat gen ayah ibunya. Tetapi dalam hal perilaku, agaknya keturunan tidaklah berperan banyak, mungkin bahkan tidak sama sekali. Bagaimana anak-anak berperilaku, itu tergantung dari cara orang tua menangani anak-anak itu.

Kedua anak belasan tahun tersebut digambarkan sebagai nakal dan suliy sehingga selalu membuat orang tuanya jengkel. Perilaku demikian biasanya dapat dicari sebanya dalam bulan-bulan pertama kehidupan si anak. Tentang pemungutan anak itu sendiri kiranya tidak menjadi soal; yang lebih mungkin menjadi sebab ialah ketidakberesan hubungan antara orang tua dan anak. Hubungan ini kadang-kadang tidak terlalu mudah, apa lagi anak itu baru dipungut setelah lewat beberapa minggu pertama dalam hidupnya. Mungkin kalau ibu itu mempunyai anak kandungnya sendiri, ia tidak juga dapat berhubungan secara normal.

Beberapa ahli telah meemperlihatkan bahwa anak tidak syah yang dipungut oleh keluarga yang normal jauh lebih baik perilakunya daripada anak tidak syah yang dibesarkan oleh ibunya sendiri. Dalam keadaan ini anak lebih cenderung menjadi tak teratur daripada anakyang dipungut.

Perbedaan menyolok antara kedua anak inidalam perilaku tidak dapat lain adalah akibat lingkungan mereka yang berbeda. Situasi keluarga yang normal sangat mungkin akan menghasikan anak-anak yang perilakunya normal, tak peduli apakah anak-anak itu adalah anak kandung ataukah anak pungut.

Bukti lain tentang kuatnya pengaruh lingkungan pada perilaku dapat dilihat kalau kita mempelajari anak-anak mongolian. Dalam ilmu kedokteran diterangkan bahwa anak-anak mongolian mempunyai ciri khas berwatak manis dan suka damai serta senang musik. Ada kesan bahwa watak tersebut berpaut dengan bawaannya. Memang benar bahwa kebanyakan anak mongolian suka damai dan mudah diawasi kecuali beberapa yang agresif dan sulit. Tetapi kalau kita pelajari betul-betul akan nampak bahwa perilaku serupa itu merupakan akibat dari cara orang tua menangani anak-anak mongolian pada umumnya.

Anak-anak mempunyai satu keuntungan bila dibandingkan dengan anak-anak yang akan mengalami gangguan jiwa, yakni bahwa mereka itu sejak awal diketahui cacatnya. Dengan demikian orang tuanya sejak dini dapat diberi bimbingan mengenai cara mendidiknya di masa yang akan datang. Anak-anak yang lain sebenarnya memiliki kekurangnormalan jiwa tetapi tidak kelihatan sewaktu kecil, cenderung untuk didesak-desak terlalu berat untuk melakukan hal-hal yang lebih baik sebelum cacatnya itu ketahuan. Tetapi pada saat itu pengaruh buruk dari tekanan dan perlakuan yang tidak sesuai tersebut sudah akan mengesan terlalu dalam, sehingga kecuali gangguan jiwanya yang merupakan bawaan anak masih mendapat tambahan gangguan emosionil. Itulah sebabnya anak mungkin jadi ‘sulit’ dan kadang-kadang agresif serta ‘jahat’. Anak-anak yang secara mental kurang normal sama saja rawannya terhadap masalah-masalah emosionil seperti anak-anak yang intelektualnya  normal.

Kembali ke anak pungut yang nakal tersebut di atas, dikatakan bahwa seorang dari kedua anak belasan tahun ada kalanya begitu merepotkan sehingga ia harus dikurung dalam kamarnya. Tetapi adakah anak yang mau saja menerima perlakuan agresif seperti itu tanpa reaksi? Justru anak abnormallah yang tidak marah mendapat perlakuan serupa itu.

Sekali orang mengakui bahwa perilaku seorang anak pada pokoknya adalah akibat dari cara orang memperlakukannya, kemungkinan akan besar untuk mengetahui keadaan sesungguhnya sedini mungkin sehingga perlakuan yang kurang sesuai dapat disesuaikan. Bayi yang disebut ‘sulit’ ialah bayi yang menangis terus. Hal ini biasanya tidak disebabkan karena lapar, karena naluri ibu akan segera tahu kapan si kecil segera menyusu. Juga masuk angin dan hal-hal semacam itu sering bukan alasannya. Yang hampir dapat dipastikan kesulitan anak itu berkaitan dengan hubungan antara ibu dan anak.kerapkali bayi menangis terus menerus karena ibunya menangis – meskipun biasanya hanya dalam batin.

Setelah anak berusia beberapa bulan, perilakunya mungkin menjadi sulit bila keingintahuannya yang wajar dihalangi oleh pengasuhnya, terutama bila ia didesak-desak untuk berperilaku menurut pola yang oleh orang tuaya dianggap keharusan. Pola perilaku ibu terhadap anaknya ditentukan terutama oleh cara si ibu diperlakukan  selagi ia kecil dulu, yankni ketika komputernya disetel untuk tindakan yang diharapkannya pada anaknya yang akan datang.

Meninggalkan konsep “dosa asal” itu akan menambah gairah orang ttua dalam membesarkan anak sebab hal itu membuktikan betapa bijaksana tindakan orang tua yang mempengaruhi perilaku anak. Hal itu menuntut suatu pengetahuan tentang perkembangan anak-anak yang normal, dan terrutama tentang bahayanya kalau orang mengharap terlalu banyak secara teerlalu dini.

Orang tua memiliki toleransi yang berbeda-beda terhadap anak. Maka orang tua yang batas toleransinya sempit hendaklah menyadari perasaannya sehingga dengan demikian dapat meluaskan batas-batas itu sedapat mungkin. Mungkin hal ini tidak dapat dilakukan, tetapi kalau orang mengetahui batas-batas perasaannya, ia akan dapat mengambil tindakan menghindar setiap kali luapan perasaannya terlalu kuat terhadap anak-anak. Sungguh lebih baiklah orang tua meninggalkan ruang bila sedang sangat marah kepada anak daripada berbentrok secara fisik untuk menyalurkan amarahnya. Kalau hal ini terjadi, anak akan bereaksi ke arah yang berlawanan, kecuali kalau bentrokan itu terjadi begitu sering sehingga kemauan anak untuk melawan lenyap – dan juga inisiatif wajarnya hilang.

Yang sangat penting dalam hal ini ialah bahwa perilaku anak yang kurang baik dapat dicegah dengan penanganan yang bijaksana.

Sumber:
Hugh Jolly “Membesarkan Anak Secara Wajar”

Bumi Pangarakan, Bogor
Rabu, 08 Juni 2016 – 19:35 WIB
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar