Widya Kandi Susant Bupati Kendal, Jawa Tengah |
KENDAL, KOMPAS.Com-
Lebih dari 54.000 siswa SD hingga SMA di Kabupaten Kendal terancam putus
sekolah. Namun, menurut Bupati Kendal, Widya Kandi Susanti, angka
terancam putus sekolah pada 2012 diperkirakan lebih besar. Data
54.000 anak itu, kata Bupati, adalah data tahun 2003 saat dirinya
menjabat Ketua Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GNOTA) Kabupaten Kendal.
"Sesuai
peraturan bupati, pada 2013 kami akan berlakukan wajib belajar 12 tahun
di Kendal. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas SDM Kendal
meningkat," kata Widya, Rabu (31/10/2012).
Widya menjelaskan
meningkatnya angka putus sekolah di Kendal disebabkan menurunnya
pendapatan masyarakat dan meningkatkan angka kemiskinan di Kendal hingga
40 persen. Tahun lalu jumlah warga miskin Kendal tercatat 240.000
jiwa pada 2011. Tahun ini, angka tersebut meningkat jadi 397.540 jiwa.
Kenaikan jumlah warga miskin ini karena banyak warga Kendal terkena
pemutusan hubungan kerja (PHK).
Kondisi miskin ini membuat sebagian warga Kendal mengalami kesulitan untuk membiayai anak-anak mereka menuntut ilmu. Untuk
membantu masyarakat miskin bisa tetap mendapatkan akses ke pendidikan,
Widya mengatakan segera melakukan kordinasi dengan Ketua GNOTA dan Dinas
Pendidikan Kendal.
Beberapa cara disiapkan untuk membantu warga
miskin ini antara lain mencari donatur dan menggalang dana melalui
berbagai kegiatan yang dapat menghasilkan uang untuk membantu anak-anak
yang tidak mampu.
"Kami juga akan menaikkan anggaran untuk pendidikan," papar Widya.
Sementara
itu, Plt Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kendal, Muryono, mengakui
segera memberlakukan subsidi silang bagi orang tua murid. Sehingga anak
dari keluarga miskin bisa mendapat kesempatan menikmati pendidikan. Tak
hanya itu, Pemerintah Kabupaten juga akan mendorong masyarakat yang
secara ekonomi berkecukupan, supaya bisa menjadi orang tua asuh.
"Kami
akan mensukseskan program pemerintah Kbupaten Kendal, untuk wajib
belajar 12 tahun bagi warga Kabupaten Kendal," kata Muryono.
Disamping
itu, tambahnya, agar sekolah tidak terganggu, pemerintah akan
menganjurkan warga untuk mematikan televisi pada jam-jam belajar.
Editor :
Ervan Hardoko