Jakarta, Semua hal yang terjadi pada masa kanak-kanak dapat
berpengaruh terhadap kesehatannya ketika dewasa kelak. Sebuah penelitian
menemukan bahwa anak yang sering diabaikan perasaannya oleh orang tua, dapat
meningkatkan risiko stroke ketika dewasa.
Sebuah studi dilakukan di Rush University Medical Center, Chicago dan melibatkan 1.040 orang dewasa berusia lebih dari 55 tahun yang berpartisipasi dalam Rush Memory and Aging Project. Peserta diminta mengisi kuesioner tentang kesulitan dan peristiwa traumatik yang dialaminya ketika masa kanak-kanak. Peristiwa traumatik tersebut antara lain seperti kurangnya perhatian dari keluarga, merasa ditelantarkan, intimidasi, kekerasan fisik dari orangtua, masalah keluarga, dan kesulitan keuangan yang terjadi sebelum usia 18 tahun.
Peneliti kemudian memantau kelompok peserta yang terlibat dalam penelitian tersebut selama 3,5 tahun. Pada rentang waktu tersebut, sekitar 257 peserta meninggal dunia. Hasil studi didasarkan pada otopsi otak dari 192 peserta pertama yang meninggal. Pemeriksaan otak menunjukkan bahwa sekitar 46 persen memiliki tanda-tanda stroke, meski belum meningkat sampai kondisi stroke. Tanda-tanda stroke tersebut sebagian besar ditemukan pada orang yang melaporkan dirinya mengalami kesulitan selama masa kanak-kanak.
Namun, penelitian tersebut berhasil mengidentifikasi bahwa satu-satunya jenis kesulitan hidup pada masa kanak-kanak yang terkait stroke adalah pengabaian emosional. Anak yang sering diabaikan perasaannya oleh orang tua, 2,8 kali lebih mungkin mengalami stroke ketika dewasa dibanding anak yang tumbuh dengan penuh perhatian keluarga. Belum jelas mengapa pengabaian emosi anak berhubungan dengan stroke, tetapi sebagaimana diketahui bahwa stres dan depresi merupakan factor risiko stroke. Sehingga anak yang selalu tertekan karena perasaan atau emosinya sering diabaikan, dapat menyebabkan stres yang berkepanjangan.
Studi ini dipubilkasikan dalam jurnal Neurology edisi bulan September 2012, seperti dilansir womenshealthmatters, Kamis (1/11/2012).(vit/vit)
Sebuah studi dilakukan di Rush University Medical Center, Chicago dan melibatkan 1.040 orang dewasa berusia lebih dari 55 tahun yang berpartisipasi dalam Rush Memory and Aging Project. Peserta diminta mengisi kuesioner tentang kesulitan dan peristiwa traumatik yang dialaminya ketika masa kanak-kanak. Peristiwa traumatik tersebut antara lain seperti kurangnya perhatian dari keluarga, merasa ditelantarkan, intimidasi, kekerasan fisik dari orangtua, masalah keluarga, dan kesulitan keuangan yang terjadi sebelum usia 18 tahun.
Peneliti kemudian memantau kelompok peserta yang terlibat dalam penelitian tersebut selama 3,5 tahun. Pada rentang waktu tersebut, sekitar 257 peserta meninggal dunia. Hasil studi didasarkan pada otopsi otak dari 192 peserta pertama yang meninggal. Pemeriksaan otak menunjukkan bahwa sekitar 46 persen memiliki tanda-tanda stroke, meski belum meningkat sampai kondisi stroke. Tanda-tanda stroke tersebut sebagian besar ditemukan pada orang yang melaporkan dirinya mengalami kesulitan selama masa kanak-kanak.
Namun, penelitian tersebut berhasil mengidentifikasi bahwa satu-satunya jenis kesulitan hidup pada masa kanak-kanak yang terkait stroke adalah pengabaian emosional. Anak yang sering diabaikan perasaannya oleh orang tua, 2,8 kali lebih mungkin mengalami stroke ketika dewasa dibanding anak yang tumbuh dengan penuh perhatian keluarga. Belum jelas mengapa pengabaian emosi anak berhubungan dengan stroke, tetapi sebagaimana diketahui bahwa stres dan depresi merupakan factor risiko stroke. Sehingga anak yang selalu tertekan karena perasaan atau emosinya sering diabaikan, dapat menyebabkan stres yang berkepanjangan.
Studi ini dipubilkasikan dalam jurnal Neurology edisi bulan September 2012, seperti dilansir womenshealthmatters, Kamis (1/11/2012).(vit/vit)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar