Membaca Buku Cerita |
Pendidikan merupakan gerbang emas
menuju masa depan yang gemilang. Permasalahan pemenuhan hak pendidikan di
Indonesia sudah dirasakan sejak zaman penjajahan, dimana pendidikan hanya
diperuntukkan bagi kalangan bangsawan dan orang-orang kaya. Orang miskin dan
rakyat jelata dibiarkan untuk tetap bodoh dan tidak dapat menikmati pendidikan.
Tetapi sekarang zaman sudah berubah dan setiap orang atau warga negara berhak
untuk mendapatkan pendidikan yang layak, sesuai bunyi pasal 28c ayat 1
(Amandemen UUD 1945 pada tahun 2000) " Setiap orang berhak mengembangkan
diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia".
Berdasarkan uraian di atas, maka
tidak ada alasan lagi bagi pemerintah untuk bersikap passif dalam
menyelenggarakan pendidikan dasar bagi masyarakatnya utamanya anak-anak pada
usia wajib belajar. Karena hal ini termasuk dalam pemenuhan hak-hak anak yang
termuat dalam pasal 9 angka 1 UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
yaitu " Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam
rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat
dan bakatnya".
Begitu pentingnya pemenuhan pendidikan terhadap warga negara khususnya anak-anak, sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan tersendiri yang mengatur pendidikan yaitu UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Rasa-rasanya sangat banyak dan lengkap berbagai Undang-Undang beserta turunannya yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan bagi masyarakat khususnya anak, tetapi mengapa pelaksanaan pemenuhan pendidikan anak masih saja ditemui masalah, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
Data statistik pendidikan di Indonesia, setiap tahun hampir 900 ribu anak Indonesia putus sekolah. Mudah-mudahan semakin mengecil, mengingat angka yang sangat besar yang berpotensi menimbulkan bencana sosial bagi bangsa dan negara tercinta ini kelak. Sangat ironis kedengarannya ketika pemerintah mulai serius untuk memenuhi pendidikan terhadap anak-anak usia wajib belajar sembilan tahun melalui program BOS, di satu sisi terjadi penggelapan atau tindak korupsi terhadap dana yang diperuntukkan bagi siswa-siswa yang tidak mampu tersebut. Lebih menyedihkan lagi, tindak korupsi tersebut dilakukan oleh oknum pendidik yang seharusnya mengayomi anak-anak didikannya. Mau dibawa kemana dunia pendidikan lebih luas lagi masa depan negara kita kalau sudah begini? Padahal guru seharusnya menjadi panutan bagi anak didiknya, kalau baik gurunya baiklah murid-muridnya, begitu sebaliknya.
Pendidikan Anak
Bicara anak (seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk dalam kandungan sesuai pasal 1 angka 1 UU Perlindungan Anak), maka kita akan tertuju pada sosok unik, dimana perilaku dan sikapnya mulai dibentuk. Tidak akan habisnya, banyak hal yang bersinggungan dengannya karena ini menyangkut generasi masa depan bangsa, penerus cita-cita perjuangan bangsa.
Perlu menjadi pemahaman kita bersama bahwa pendidikan yang berkualitas dan ramah anak merupakan salah satu hak dasar anak. Dan ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah semata, tetapi menjadi tanggung jawab kita bersama baik orang tua, keluarga, masyarakat serta seluruh pemangku kepentingan. Disinilah kepribadian dan mental seorang anak dibentuk menjadi anak yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. Urusan pendidikan bukan hanya sekedar memberikan layanan kegiatan belajar mengajar serta penyediaan fasilitasnya saja, tetapi layanan yang harus berbasis pada pemenuhan hak anak berdasarkan prinsip-prinsip: non diskriminasi; kepentingan yang terbaik bagi anak; hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan; dan penghargaan terhadap pendapat anak (pasal 2 UU No.23 tahun 2002).
Pemenuhan hak pendidikan anak, tidak hanya sekedar memberikan kepada anak kesempatan untuk memperoleh pendidikan saja, akan tetapi harus diartikan sebagai salah satu bentuk penyelenggaraan perlindungan anak, sebagaimana maksud dalam pasal 1 angka 2 UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa "Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi".
Jelas sudah bahwa pendidikan anak harus disinergikan dengan upaya penyelenggaraan perlindungan anak, dimana Pemerintah telah mengembangkan program wajib belajar 9 tahun (bahkan di beberapa daerah sudah menerapkan wajib belajar 12 tahun). Ini dimaksudkan agar anak-anak bangsa ini tidak ada lagi yang buta aksara dan putus pendidikannya setelah tamat SMP (9 tahun) Karena tidak dapat dipungkiri kejahatan yang marak terjadi beberapa bulan belakangan ini disebabkan tingginya angka putus sekolah dan pengangguran di kalangan remaja. Yang menyebabkan mereka menjadi tidak yakin akan masa depannya sehingga mudah terjerumus melakukan perbuatan-perbuatan yang negatif seperti narkoba, geng-geng motor dan perilaku salah lainnya.
Sehingga jelas sudah bahwa pendidikan anak menjadi jawaban dari semua permasalahan yang dihadapi selama ini. Sekolah sebagai tempat menuntut ilmu dan budi pekerti mulia, sudah seharusnya memberikan kemudahan dan pelayanan bagi anak-anak negeri yang ingin mengecap manisnya pendidikan, bukan malah mempersulitnya. Wajib belajar merupakan salah satu gebrakan pemerintah yang jitu dalam upayanya meningkatkan kualitas masyarakatnya dan memberikan pendidikan minimal bagi warga negara untuk mengembangkan potensi dirinya agar dapat hidup mandiri di masyarakat atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi.
Pemerintah mempunyai harapan yang tinggi dengan dikeluarkannya berbagai kebijakan dan program di bidang pendidikan, antara lain adanya peningkatan taraf hidup masyarakat Indonesia, menurunkan buta aksara, menurunkan tingkat pekerja anak dan lainnya. Selain itu dengan dipenuhinya pendidikan anak, maka secara tidak langsung juga ikut meminimalisir tingkat kriminalitas yang dilakukan oleh segelintir anak-anak yang putus sekolah.
Tidak kalah pentingnya adalah peran orang tua, keluarga dan masyarakat dalam mendukung dan memberikan yang terbaik bagi pemenuhan pendidikan anak-anaknya. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa kepribadian dan mental seorang anak mulai dibentuk di dalam keluarga. Dan bagi pemerintah, saatnya benar-benar menerapkan 20 persen anggaran dari APBN dan APBD bagi terselenggaranya pendidikan yang berkualitas, menerapkan wajib belajar 12 tahun di seluruh daerah di Indonesia. Bangsa ini sudah merdeka dari penjajahan, dan saatnya juga memerdekakan rakyatnya dari kebodohan. Ada pepatah orang bijak yang harus diingat "kebodohan sangat dekat kepada kemiskinan dan kemiskinan sangat dekat pada kekufuran".
Begitu pentingnya pemenuhan pendidikan terhadap warga negara khususnya anak-anak, sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan tersendiri yang mengatur pendidikan yaitu UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Rasa-rasanya sangat banyak dan lengkap berbagai Undang-Undang beserta turunannya yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan bagi masyarakat khususnya anak, tetapi mengapa pelaksanaan pemenuhan pendidikan anak masih saja ditemui masalah, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
Data statistik pendidikan di Indonesia, setiap tahun hampir 900 ribu anak Indonesia putus sekolah. Mudah-mudahan semakin mengecil, mengingat angka yang sangat besar yang berpotensi menimbulkan bencana sosial bagi bangsa dan negara tercinta ini kelak. Sangat ironis kedengarannya ketika pemerintah mulai serius untuk memenuhi pendidikan terhadap anak-anak usia wajib belajar sembilan tahun melalui program BOS, di satu sisi terjadi penggelapan atau tindak korupsi terhadap dana yang diperuntukkan bagi siswa-siswa yang tidak mampu tersebut. Lebih menyedihkan lagi, tindak korupsi tersebut dilakukan oleh oknum pendidik yang seharusnya mengayomi anak-anak didikannya. Mau dibawa kemana dunia pendidikan lebih luas lagi masa depan negara kita kalau sudah begini? Padahal guru seharusnya menjadi panutan bagi anak didiknya, kalau baik gurunya baiklah murid-muridnya, begitu sebaliknya.
Pendidikan Anak
Bicara anak (seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk dalam kandungan sesuai pasal 1 angka 1 UU Perlindungan Anak), maka kita akan tertuju pada sosok unik, dimana perilaku dan sikapnya mulai dibentuk. Tidak akan habisnya, banyak hal yang bersinggungan dengannya karena ini menyangkut generasi masa depan bangsa, penerus cita-cita perjuangan bangsa.
Perlu menjadi pemahaman kita bersama bahwa pendidikan yang berkualitas dan ramah anak merupakan salah satu hak dasar anak. Dan ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah semata, tetapi menjadi tanggung jawab kita bersama baik orang tua, keluarga, masyarakat serta seluruh pemangku kepentingan. Disinilah kepribadian dan mental seorang anak dibentuk menjadi anak yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. Urusan pendidikan bukan hanya sekedar memberikan layanan kegiatan belajar mengajar serta penyediaan fasilitasnya saja, tetapi layanan yang harus berbasis pada pemenuhan hak anak berdasarkan prinsip-prinsip: non diskriminasi; kepentingan yang terbaik bagi anak; hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan; dan penghargaan terhadap pendapat anak (pasal 2 UU No.23 tahun 2002).
Pemenuhan hak pendidikan anak, tidak hanya sekedar memberikan kepada anak kesempatan untuk memperoleh pendidikan saja, akan tetapi harus diartikan sebagai salah satu bentuk penyelenggaraan perlindungan anak, sebagaimana maksud dalam pasal 1 angka 2 UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa "Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi".
Jelas sudah bahwa pendidikan anak harus disinergikan dengan upaya penyelenggaraan perlindungan anak, dimana Pemerintah telah mengembangkan program wajib belajar 9 tahun (bahkan di beberapa daerah sudah menerapkan wajib belajar 12 tahun). Ini dimaksudkan agar anak-anak bangsa ini tidak ada lagi yang buta aksara dan putus pendidikannya setelah tamat SMP (9 tahun) Karena tidak dapat dipungkiri kejahatan yang marak terjadi beberapa bulan belakangan ini disebabkan tingginya angka putus sekolah dan pengangguran di kalangan remaja. Yang menyebabkan mereka menjadi tidak yakin akan masa depannya sehingga mudah terjerumus melakukan perbuatan-perbuatan yang negatif seperti narkoba, geng-geng motor dan perilaku salah lainnya.
Sehingga jelas sudah bahwa pendidikan anak menjadi jawaban dari semua permasalahan yang dihadapi selama ini. Sekolah sebagai tempat menuntut ilmu dan budi pekerti mulia, sudah seharusnya memberikan kemudahan dan pelayanan bagi anak-anak negeri yang ingin mengecap manisnya pendidikan, bukan malah mempersulitnya. Wajib belajar merupakan salah satu gebrakan pemerintah yang jitu dalam upayanya meningkatkan kualitas masyarakatnya dan memberikan pendidikan minimal bagi warga negara untuk mengembangkan potensi dirinya agar dapat hidup mandiri di masyarakat atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi.
Pemerintah mempunyai harapan yang tinggi dengan dikeluarkannya berbagai kebijakan dan program di bidang pendidikan, antara lain adanya peningkatan taraf hidup masyarakat Indonesia, menurunkan buta aksara, menurunkan tingkat pekerja anak dan lainnya. Selain itu dengan dipenuhinya pendidikan anak, maka secara tidak langsung juga ikut meminimalisir tingkat kriminalitas yang dilakukan oleh segelintir anak-anak yang putus sekolah.
Tidak kalah pentingnya adalah peran orang tua, keluarga dan masyarakat dalam mendukung dan memberikan yang terbaik bagi pemenuhan pendidikan anak-anaknya. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa kepribadian dan mental seorang anak mulai dibentuk di dalam keluarga. Dan bagi pemerintah, saatnya benar-benar menerapkan 20 persen anggaran dari APBN dan APBD bagi terselenggaranya pendidikan yang berkualitas, menerapkan wajib belajar 12 tahun di seluruh daerah di Indonesia. Bangsa ini sudah merdeka dari penjajahan, dan saatnya juga memerdekakan rakyatnya dari kebodohan. Ada pepatah orang bijak yang harus diingat "kebodohan sangat dekat kepada kemiskinan dan kemiskinan sangat dekat pada kekufuran".
[Penulis adalah staf Yayasan Pusaka Indonesia Medan]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar